Sejarah tari tradisional Tortor memiliki kisah perjalanan yang panjang sampai akhirnya menjadi tarian khas Sumatera Utara. Gerakan khas dengan kostum kental akan suku Batak membuat Tortor dikenal hingga ke luar negeri.
Suku Batak sendiri memiliki banyak ragam budaya. Dalam pagelarannya, penampilan Tortor berperan penting karena memiliki makna luas dan mendalam. Oleh sebab itu Tortor memiliki beragam jenis sesuai fungsi kegiatan yang diadakan.
Kesenian tradisional ini telah mengalami banyak perkembangan seiring masuknya agama Hindu dan Budha ke Indonesia. Hal itu membuatnya juga ikut berkembang dan tidak hanya digunakan pada upacara-upacara resmi saja.
Sejarah Tari Tradisional Tortor Khas Suku Batak
Berdasarkan catatan sejarah, tari Tortor sudah ada dari abad ke-13 dan digunakan untuk persembahan kepada roh leluhur. Istilah Tortor asalnya dari suara langkah kaki penari dalam rumah papan adat khas Batak.
Meskipun belum ada catatan paten mengenai sejarah tari tradisional Tortor, namun sudah ada rekaman tentang perjalanan Tortor sejak zaman Belanda. Tarian tersebut diiringi alat musik Gondang Sembilan dengan irama menyentak.
Dalam perjalanannya, tari Tortor sendiri sempat mendapatkan pengaruh dari India hingga Babilonia. Bahkan kesenian ini juga sempat dinyatakan sebagai hak cipta milik Malaysia.
Dari sudut pandang masyarakat Sumatera Utara, tarian ini memiliki 3 bagian utama pesan ritual. Pertama, melambangkan rasa takut serta taat akan Tuhan sehingga sebelum memulai tarian wajib ada persembahan musik dahulu.
Kedua, pesan ritual yang ditujukan pada nenek moyang maupun masyarakat yang masih dihormati warga. Ketiga, pesan kepada masyarakat yang hadir. Setelah 3 pesan utama disampaikan, maka selanjutnya adalah tema upacara tersebut.
Memasuki zaman modern saat ini, sejarah tari tradisional Tortor tidak hanya diadakan pada upacara-upacara resmi saja. Acara pernikahan dapat menggelar tari Tortor dan ini sudah tidak termasuk ritual, tapi hanya hiburan.
Disebut sebagai hiburan karena tarian Tortor hanya menjadi tontonan dan tidak semua tamu undangan yang hadir terlibat ikut menari. Durasinya juga bervariasi mulai 3-10 menit tergantung permintaan salah satu kelompok.
Jadi misalnya, satu kelompok ingin menyampaikan pesan kepada kelompok lainnya, maka pemain musik akan diminta memainkan lagu. Lagu iringan juga tarian tidak akan berhenti sampai pesan yang dimaksud sudah tersampaikan.
Macam-Macam Gerakan Tari Tradisional Tortor
Dalam sejarah tari tradisional Tortor sejak zaman dahulu, gerakan yang ditampilkan sebenarnya sederhana dan mudah dipelajari. Gerakan terbatas pada kedua tangan dan hentakan kaki yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
- Hapunanna
Hapunanna merupakan ekspresi para penari melalui wajah mereka sebagai bentuk komunikasi kepada penonton. Ekspresi hapunanna dapat berupa suka maupun duka tergantung situasi upacara yang digelar. - Siangkupna
Gerakan ini fokusnya pada leher. Meskipun kelihatannya mudah, namun gerakan siangkupna harus seirama dengan bunyi hentakan dari iringan gondang dan urdot. - Pangeal
Berdasarkan sejarah tari tradisional Tortor, pangeal merujuk pada gerakan telapak kaki. Pangeal dimulai dari gerakan lincah pinggang sampai kepala lalu diikuti tangan, jari, serta kepala yang naik turun.
Saat melakukan gerakan ini, terdapat istilah “pangeal ni gonting” yang artinya gerakan pinggang gemulai. - Pandenggal
Pandenggal merupakan gerakan rotasi atau memutar telapak tangan lalu mengangkatnya secara perlahan. Kemudian tangan kembali turun lalu ditelungkupkan. Pandenggal memberikan kesan tangan jatuh ke pinggang secara gemulai. - Pangurdot
Pangurdot merujuk pada gerakan seluruh anggota badan. Pangurdot bertumpu pada telapak kaki serta tumit sebagai penopang tubuh untuk bergerak naik turun. Gerakan pangurdot harus sesuai hentakan dan irama gondang.
Sejarah Tari Tradisional Tortor Tampil untuk Berbagai Fungsi
Tortor dapat ditampilkan untuk berbagai fungsi dan tujuan tergantung upacara yang digelar. Berdasarkan sejarah tari tradisional Tortor, terdapat Tortor Pangurason untuk permohonan dan pembersihan tempat acara agar pesta besar berjalan lancar.
Lalu ada jenis Tortor Sipitu Cawan yang hanya dipentaskan untuk pengangkatan raja Batak. Kemudian jenis Tortor Tunggal Panaluan yang digelar sebagai ritual jika suatu daerah terkena musibah dan meminta petunjuk.
Sebelum tari Tortor ditampilkan ada prosesi di mana Hasuhuton, sebutan untuk tuan rumah menyampaikan permintaan kepada penabuh gondang untuk menyampaikan pesan. Permintaan disampaikan secara sopan setiap ada kesempatan.
Setelah permintaan dipenuhi, maka penabuh gondang akan mulai memainkan gondangnya dengan ritme tertentu. Tahapan ini disebut sebagai Tua Ni Gondang yang artinya berkat dari musik gondang untuk semua anggota upacara.
Adapun penari Tortor wajib mengenakan kain ulos khas Batak pada kostumnya. Biasanya warna yang umum digunakan adalah merah, hitam, putih dengan hiasan tenun dari benang emas atau perak tergantung jenis upacaranya.
Ulos merah melambangkan keberanian dan kepahlawanan, ulos hitam menggambarkan duka, sedangkan ulos putih bermakna kesucian serta kejujuran.
Perkembangan zaman membawa Tortor lebih mudah ditemukan pada berbagai upacara perayaan atau seremonial. Meski begitu tidak menghilangkan makna dan sejarah tari tradisional Tortor di mana tarian ini berperan sebagai media komunikasi.